Judul Buku : Melawan Liberalisme Pendidikan
Penulis : Darmaningtyas, Edi Subkhan, Fahmi Panimbang
Penerbit : Madani
Tahun : 2014
Jumlah Hal. : xxv+342
Liberlisasi pendidikan di Indonesia telah berlangsung lama. Setelah tumbangnya rezim Soeharto babak baru pendidikan di Indonesia dimulai dengan dikeluarkannya PP No. 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negara sebagai Badan Hukum oleh pemerintahan transisi yang saat itu dipimpin BJ Habibie sebagai Presiden. Kemudian dikeluarkan UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur seluruh pendidikan di Indonesia dari Pendidikan Dasar, Menengah, Atas, dan Tinggi. Pasal 53 UU No. 20 Tahun 2003 mengatur tentang pentingnya pembentukan badan hukum pendidikan utuk penyelanggara pendidikan dari pendidikan dasar hingga pendidikan perguruan tinggi, yang kemudian berdasarkan pasal tersebut maka pemerintah membuat RUU Badan Hukum Pendidikan.
RUU BHP sempat timbul tenggelam pada tahun 2003, 2005 dan akhirnya disahkan pada tahun 2008. Pada saat disahkannya kritik dari public pun datang, kritik tersebut hadir karena menganggap UU BHP menekankan terkait tata kelola badan hukum pendidikan layaknya korporasi, yang misi utamanya mencari untung, kerja yang lebih efisien dan produktif sehingga dapat memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya untuk melakukan investasi yang lebih besar lagi. Privatisasi yang artinya penyerahan pelayanan dari public ke swasta dan Liberalisasi yang menawarkan pelayanan public ke pasar bebas (mekanisme pasar) dengan sedikit atau bahkan tidak adanya campur tangan dari pemerintah (peran pemerintah hanya sebagai regulator) [1] menjadi nyata di tanah Indonesia ini.
Dengan tekanan massa yang sangat luas dari berbagai kelompok maka pada 31 Maret 2010 dibatalkan oleh Mahakama Konstitusi. Tetapi gagasan dan spirit UU BHP tidak berhenti sampai disitu, kemudian dikeluarkan lagi UU yang serupa yaitu UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi.
Pada masa transisi gerak-gerak kapitalisasi, privatisasi, dan liberalisasi pendidikan menjadi nyata karena gagasan tersebut juga dipakai oleh aktifis-aktifis perjuangan reformasi dengan menumpang pada pro-demokrasi yang menumbuhkan otonomi, demokrasi, kemandirian lembaga-lembaga pendidikan sehingga masyarakat melihatnya sebagai hal yang baik. Tetapi dampak negative tidak pernah disebutkan oleh orang yang memperjuangkan hal ini.
Peran lembaga-lembaga keuangan International pada masa dan isu ini sangatlah penting, World Trade Organization (WTO), Bank Dunia, Dan International Monetary Fund (IMF) memanfaatkan momentum penjadwalan ulang pembayaran utang luar negeri yang hanya disepakati jika yang berangkutan menerima kebijakan Structural Adjustment Program (SAP). SAP Mencakup kebijakan-kebijakan Ekonomi Makro dan belakangan juga mencakup kebijakan sosial, privatisasi, kebijakan moneter, jukum usaha, dan pengelolaannya.
Melihat dari Prespektif Ekonomi-Politik, globalisasi dianggap mendatangkan serentak keuntungan dan juga malapetaka. Globalisasi yang mengaburkan batas-batas negara sehingga melakukan usaha untuk mencari keuntungan tidak sulit lagi membuat Multi National Corporation (MNC) dapat mencari untung dibelahan dunia mana saja dan hal ini didukung oleh WTO, Bank Dunia, dan IMF. Globalisasi dari atas ialah sebutan untuk negara-negara maju yang didorong oleh kepentingan kapitalisme, dan globalisasi dari bawah sebutan untuk solidaritas negara-negara sedang berkembang dan belum berkembang yang di marjinalkan oleh kapitalisme.
Neoliberalisme mempunyai prinsip membiarkan pasar bekerja dengan mekanismenya sendiri dengan Invisible Hand yang secara otomatis mengoreksi masalah pasar, dan smuanya itu dapat dijamin hanya daam kerangka negara demokratis. Dalam liberalisme klasik Adam Smith menekankan pentinnya individu agar mempunyai hak akan sesuatu dan tetap memberi ruang tata keadalian dan individu tetap berpartisipasi dalam pembangunan suatu bangsa. Oleh karena itu Adam Smith menulis dengan judul “… the Wealth Of Nation” tentang kemakmuran suatu bangsa bukan “…the Wealth of Individual”.
Dengan UU No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Oraganization dan kemudian dilanjutkannnya penandatanganan General Agreement of Tariff and Services (GATS) pada tahun 2005 artinya Indonesia sepakat akan aturan-aturan yang kemudian dikeluarkan WTO. Dalam GATS juga termasuk sector jasa pendidikan, dengan argumentasi bahwa pendidikan termasuk kedalam kategori industry yang mengubah benda fisik, keadaan manusia, dan benda simbolikm dimana kegiatan pokoknya adalah mentransformasi orang yang tidak berpengatahuan dan keterampilan manjadi memiliki pengtahuan dan keterampilan.
Praktek-praktek neoliberalisme dalam pendidikan semakin nyata dengan adanya pertama swastanisasi, bahwa setiap univesitas (Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Institute Teknik Bandung) mempunyai asas, sifat, dan tujuan universitas yang berbeda-beda. Organisasi dan kepemimpinan (Unsur manajemen terkait Fakultas, UPT, Bidang, dan lain-lain) dapat ditentukan oleh Universitas itu sendiri. Pembiyaan Pendidikan juga diatur secara mandiri oleh Universitas. Unit Usaha dan Komersialisasi Kampus, kampus diberikan kewenanan untuk membuat unit usaha yang menjadi sumber pendapatan Universitas. Outsourcing dan karyawan kebijakan menggunakan Outsourcing yang melanggar UU Ketanagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 59, di atur kembali untuk memudahkan kerja-kerja Universitas, pegangkatan karyawan yang harus melalui seleksi Pegawai Negeri Sipil juga di tidak diberlakukan sehingga Universitas nantinya dapat merekrut dengan tahap-tahap yang disepakati.
Kedua praktek dilapangan, biaya kuliah yang semakin mahal, masing-masing universitas mempunyai kewenangan untuk menentukan berapa jalur masuk dan berapa uang pangkal untuk masuk ke universitas tersebut. UI mempunyai 6 jalur masuk, UGM 3 jalur, ITB 3 Jalur, ITS 2 jalur, dan biaya masuknya pun beragam (pangkal) dari 3 juta, 45 jutam hingga tak terbatas (UGM). Membuka Usaha Komersial, Unit Usahapun dibuat oleh Universitas-universitas yang telah duluan memangku status PTN-BH misal, UI dengan PT. Daya Makara yang bergeran dibidang konsultasi dan kontraktor, IPB dengan PT. Bogor Life Science and Technology, PT. Indah Pesona Bogor, dan PT. Prima Kelola Agribisnis. UGM yang mempunyai unit usaha antara lain: Radio Swaragama, Pos Waralaba, Dan Gama Tchno dan masih banyak lagi. Obsesi Menggolobal, sudah tidak asingpula dengan istilah Go International atau World Class University. Pemerintah tidak sadar bahwa pencitaraan sebagai World Class University adalah bagian dari bisnis kapitalisme global saja untuk menjaul jasa pendidikan negara maju, mengingat ukuran-ukuran bertaraf international itu tidak pernah jelas. Universitas berlomba-lomba untuk mendapat kan gelar World Class University yang juga artinya mempunyai standar International, padahal standar international terbukti tidak menjamin keberlangsungan institusi tersebut, terbukti dengan siapa yang bakal kira Lehman Brothers dan General Motor dua perusahaan yang juga mempresentasikan standar international bangkrut.
Ketiga Rintisan Sekolah Berataf International. Sekolah Berataraf Interantional juga bentuk lepas tangannya pemerintahan. SBI yang kemudian mempunyai struktur organisasi dan kepemimpinan, kurikulum, pengelolaan keuangan yang mandiri adalah bentuk pelapasan tanggung jawab pemerintah terkait bidang pendidikan.
Keempat ISO 9001:2000. Sebuah system manajemen mutu yang dalam nalar industry, yakni untuk kepuasan pelanggan. Hal ini belum tentu sesuai dengan hakikat mutu atau kualitas dalam terminology dunia pendidikan yang lebih substansial dan kompleke menyentuh materi yang diberikan pada siswa, konteks sosial, budaya, psikologis, dan bahkan politis-ideologis. Mutu dalam pendidikan berbbicara mengenai pembentukan karakter murid, pemahaman akan kehidupan, relasi sosial, dan pandangan dunianya selain menguasai mata pelajaran itu sendiri.
Darmaningtyas, dkk menulis buku ini tidak hanya dengan gaya deskrptif-analisis. Dalam buku Melawan Liberalisme Pendidikan juga dituliskan bagaimana konsep pendidikan, globalisasi, dan neoliberalisme sehingga para pembaca yang kurang familiar dengan konsep ini, dengan mudah dapat mengerti konsep-konsep tersebut.
Dalam buku Melawan Liberalisasi Pendidikan, Penulis tidak hanya membahas Pendidikan Tinggi saja, walaupun Pendidikan Tinggi menjadi sorotan utama dalam Buku ini, tetapi juga membahas dari pendidikan dasar, sehingga pembahasan liberalisasi pendidikan dapat dilihat lebih komprehensif. Pembahasan juga dilakukan dengan melihat prespektif global (pengaruh global terhadap kebijakan dalam negeri)
Penulis juga memaparkan banyak data terkait bagaimana sejarah pendidikan di Indonesia mulai dari masa Reforamasi hingga buku ini diterbitkan. Pemaparan data sangatlah penting dalam menganalisa suatu isu yang ingin diteliti. Data-data terkait Biaya Pendidikan Universitas-universitas, Peringkat Universitas di Indonesia, Beragam Besaran pungutan Uang Masuk Sekolah, dan masih banyaklainnya tersaji dalam bentuk table sehingga tidak hanya penulis, pembaca pun juga bisa menganalisa dengan memakai data-data tersebut.
Buku ini wajib dibaca oleh para pemerhati pendidikan yang ada di diseluruh Indonesia ketika ingin memperjuangkan pendidikan sebagai hak dasar warga negara. Sejak terbitnya UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, praktek-praktek liberalisasi pendidikan menjadi sangat nyata. Biaya untuk menyelesaikan study S1 sudah hampir berjuta-juta dan juga praktek-praktek untuk memungut biaya dari sumber lainnya selain kegiatan akademik.
[1]Darmanigtyas, dkk 2014. Melawan Liberalisasi Pendidikan, Malang, Madani, hal. viii